Tongseng Autentik Warung Pak Budi

Minggu, 10 Maret 2019 - 09:31 WIB
Tongseng Autentik Warung...
Tongseng Autentik Warung Pak Budi
A A A
JAKARTA - Tongseng yang merupakan sajian khas Jawa Tengah saat ini sangat mudah ditemukan di Jakarta.

Salah satu yang populer dan melegenda adalah tongseng buatan warung Pak Budi. Resep autentik, bahan baku terbaik, serta teknik memasak yang khas menjadi faktor keberhasilan menu bergenre gulai ini diterima oleh lidah warga Ibu Kota.

Tongseng besutan Warung Sate dan Tongseng Pak H Budi sudah sangat dikenal tak hanya oleh warga Jakarta, tapi juga pencinta kuliner asal daerah lain. Bagaimana tidak? Resep menu ini sudah hadir dan eksis sejak 1985, dibawa langsung oleh almarhum Senen Riyanto, pendiri rumah makan Pak H Budi dari kampung halamannya di Solo, Jawa Tengah.

“Awalnya bapak berjualan tongseng di kaki lima, lalu mengontrak, sampai sekarang bisa punya warung permanen. Saya menyaksikan sendiri bagaimana bapak memulai usaha ini dari nol,” kata Eko Setiyabudi, generasi kedua pengelola Warung Sate dan Tongseng Pak H Budi.

Lazimnya tongseng khas Jawa Tengah, bahan baku utama menu ini adalah daging kambing. Bau prengus menjadi “kelemahan” kambing yang kerap kali menyebabkan orang enggan mengonsumsi dagingnya.

Tapi jangan khawatir, karena di warung Pak Budi ada tips yang diterapkan untuk mengatasinya, yakni dengan merendam daging kambing menggunakan jus nanas. Selain itu, ujar Eko, daging kambing juga tidak boleh dicuci.

“Supaya empuk, kami merendam daging dengan air nanas. Selain empuk, baunya juga akan hilang,” ujar Eko. Cara pemotongan daging kambing pun diperhatikan, termasuk usia kambing. Ada teknik khusus agar urat kambing yang terpotong tepat dan kambing langsung mati.

Bila salah potong, kambing malah akan “stres” dan kondisi ini bisa memengaruhi kekerasan daging. Teknik memasak menggunakan bara api, anglo, dan wajan dari baja juga diterapkan di warung ini.

Tak lupa, bahan baku kecap dipilih yang terbaik karena kecap adalah salah satu bahan “wajib” di dalam tongseng. Juga 22 jenis rempah, antara lain bawang merah, bawang putih, jahe, kemiri, salam, serai, dan kunyit, yang semuanya digiling jadi satu sebagai bumbu dasar tongseng.

“Kami punya gilingan sendiri. Jadi, kami membuat sendiri bumbu tersebut. Tidak ada bumbu instan,” ujar Eko. Eko mengaku sangat paham cara membuat tongseng karena sejak kecil selalu menyaksikan bagaimana orang tuanya memasak menu berkuah kecokelatan itu.

Dulu, kisah lelaki 33 tahun tersebut, dia kerap diminta membantu sang ayah memasak. “Sewaktu kecil saya dilarang main kalau belum membantu bapak. Jadi, harus bantu-bantu dulu, baru boleh main,” kenang Eko.

Kebiasaan Eko membantu almarhum ayahnya di warung berlanjut hingga ia menempuh studi di jurusan akuntansi di sebuah perguruan tinggi swasta di kawasan Jakarta Barat. Teman-teman, kata Eko, jadi tahu siapa dirinya dan usaha kuliner keluarganya.

Berbekal ilmu yang didapat dari sang ayah yang wafat pada Mei tahun lalu, Eko percaya diri melanjutkan usaha warung tongseng ini. Resep autentik masih terus dipertahankan, beriringan dengan adaptasi terhadap perkembangan teknologi yang mau tak mau harus Eko terapkan.

Salah satunya dengan menerima pesanan menu secara online. “Kalau ditanya sejak kapan dipersiapkan mengelola warung bapak, ya sejak lama. Saya kan anak pertama. Saya merasa memiliki tanggung jawab untuk melanjutkan usaha bapak.

Apalagi, saya menyaksikan sendiri bagaimana bapak memulai usaha ini dari bawah,” tutur Eko, yang sebelumnya sempat memiliki karier di sebuah maskapai penerbangan terbesar di Indonesia. (Titi S Apridawaty)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0504 seconds (0.1#10.140)